Kena Penipuan Hampir 7 Juta (pt. 2)

Alya Isti Safira
14 min readApr 28, 2021

--

Hi there. Thank you for taking your time to read another long article. Have you read the pt.1? It’s about the whole chronology between me and Mas penipu.

I also asked some questions and gave feedbacks indirectly to Jenius. This article will do the same.

Kena penipuan hampir 7 juta oleh orang yang mengatasnamakan Jenius

Disclaimer ⚠️: Saya disini tidak menghasut siapapun dan tidak menjelek2an instansi manapun. Pure saya ingin berbagi pengalaman dan mengambil lesson learned, sekaligus mengungkapkan beberapa keluhan saya selaku nasabah perbankan. Diharapkan artikel saya dapat dibaca oleh berbagai instansi perbankan dan dapat dijadikan feedback untuk keamanan dan penanganan penipuan yang lebih baik, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan dengan modus yang sama kedepannya.

Another disclaimer ⚠️: Disini saya mencoba mengajak pembaca untuk berpikir dengan rinci sekaligus menganalisis. Sebagai millennials, saya cinta sekali pada Jenius. Sampai saya merasakan sendiri kasus mendesak ini, yang akhirnya membuat saya mempertimbangkan kembali untuk tetap menjadi nasabah Jenius. Jangan termakan omongan saya dulu. Read the whole article. This will help you consider a lot of things, and still be Jenius’ customer.

Setelah kejadian traumatis tersebut, pukul 16.19 saya pun langsung menelepon 1500365, call center Jenius. Dijawab oleh Mba Nana (nama disamarkan) dengan suara halus yang definitely berbeda dengan telepon yang baru saja membuat saya mengalami konflik batin.

Telepon ke Jenius

Dibantu Ayah saya, saya coba menanyakan pertanyaan krusial, “Apakah Jenius ada upgrade kartu debit?”

Dan jawaban Mba Nana membuat jantung saya seperti dilempar nuklir. “Jenius tidak pernah upgrade kartu debit, Mba.”

I fxked up.

Tidak lama, muncul kembali notifikasi dari Jenius di HP saya. Notifikasi yang bikin jantung saya sepeti dilempar granat (tadi nuklir, sekarang granat). Apalagi kalau bukan pengubahan nomor HP.

Nomor telepon akun saya diubah oleh Mas penipu

Wow. Saya speechless. Notifikasi ini mengindikasikan adanya pengubahan data. Data yang berkaitan dengan rekening diubah sebegitu mudahnya oleh Mas penipu yang saat ini sudah memegang kontrol penuh aplikasi saya, yang mana ini bukan sekadar data yang berkaitan dengan aplikasi seperti password, tapi sudah berkaitan erat dengan nyawa rekening, yaitu nomor HP.

Pertanyaan #4 : Kenapa semudah ini mengubah nomor telepon?

Perubahan yang mudah ini memang salah satu keuntungan menggunakan digital bank seperti Jenius, misalnya ubah alamat, no. HP. Tidak harus datang ke service point yang mungkin menghabiskan waktu, energi dan biaya. Bagus sih, kalau aplikasinya masih saya yang pegang, mengedepankan kemudahan. Tapi kalau sudah bukan saya, bagaimana?

Kemudahan ini juga menjadi sebuah kelemahan. Bahaya. Karena ketika aplikasi sudah berhasil dikuasai oleh Mas penipu, dia punya full control untuk mengubah semuanya. Dan bahkan, bisa mendapatkan informasi yang sebelumnya dia tidak punya.

Coba buka profil akunmu di aplikasi, lihat baik-baik informasi apa yang ada disana. Kalau mau, silakan coba gunakan sendiri fitur edit data dirinya. Itu yang dilakukan Mas penipu terhadap rekening saya. Tolong, hati-hati.

Kalau iya pengubahan data krusial semudah itu, seharusnya pemberitahuan ke no. HP lama, atau email lama, tidak hanya berupa informasi bahwa data telah berubah, tapi juga verification approval, supaya memastikan bahwa pemilik data sebelumnya sudah approve dengan penggantian data tersebut.

Feedback #3 : Perubahan data krusial seperti no. HP dan email, ada baiknya membutuhkan approval dari pemilik data sebelumnya. So that not only the old owner knows that their data is being changed, they can also approve whether it’s them or not.

Saya tahu bahwa Jenius mengedepankan keamanan. Bahkan di websitenya, tertera “Untuk kenyamanan dan keamananmu, Jenius menggunakan sistem enkripsi terbaru dan autentikasi transaksi dua tingkat”. Saya lihat bahwa dua tingkat ini memang benar adanya, yaitu dalam bentuk OTP.

Tapi setelah OTP, setelah berhasil masuk aplikasi, saya belum lihat ada pengaman lainnya. Tidakkah ini artinya, keamanan Jenius hanya sampai ke mengamankan supaya aplikasi tidak diambil alih? Setelah nya bagaimana? Pengubahan data? Kartu Debit?

Pertanyaan #5 : Bagaimana kalau aplikasinya ternyata diambil alih? Apa iya tidak ada verifikasi tambahan, setidaknya yang membuktikan bahwa pemegang aplikasi itu memang pemilik rekeningnya?

Setahu saya, bank konvensional membutuhkan kehadiran fisik di kantor cabangnya apabila ada pengubahan data sekrusial ini. Saya cek di m-banking beberapa bank konvensional, dan saya tidak melihat fitur ubah data sama sekali. Ada fitur ubah password, tetapi membutuhkan password sebelumnya, dan bukan OTP.

Mungkin kalau kemarin Mas penipu menanyakan password aplikasi saya sebelumnya, bisa saja saya lebih curiga dibandingkan sekadar OTP. Mungkin saja.

Feedback #4 : Mungkin bisa dipertimbangkan setelah permintaan reset password dan masukkan OTP, masukkan pula password sebelumnya seingat dia. Well.

Saya pun segera melaporkan kasus penipuan tersebut ke call center. Mba Nana menanyakan beberapa pertanyaan verifikasi. Dan diawal-awal, semuanya tentang KTP. Mulai dari alamat, tanggal lahir. Basic, sepertinya adek ceweknya Mas penipu kalau mau ngaku jadi saya juga bisa, sih.

Namun, ternyata Mba Nana juga menanyakan transaksi terakhir yang saya ingat dan saldo terakhir. Oh, ternyata ada pertanyaan yang sedikit berbeda dengan sekadar verifikasi KTP. Tentu saya menyebut transaksi terakhir yang saya lakukan, yang pastinya bukan di hari Minggu (25/04).

Untuk saldo terakhir, I tried to do the math. 5.4 juta dari BCA + 44 ribu saldo aktif Jenius + 1.1 juta saldo save it = sekitar 6.5 juta. Hampir 7 juta sekarang ada di Jenius saya, setidaknya itu yang terakhir saya ingat.

Untuk sekarang, saya benar-benar tidak tahu nasib rekening saya.

The whole application is under Mas penipu’s control, and the call center asked me for verification so there’s no way I could know how much money do I have right now.

Setelah itu, saya meminta untuk blokir semuanya. Seiring pengaduan, beberapa notifikasi masuk.

Well, Mas penipu’s team is on action. Mereka sudah mulai menggunakan uang di rekening saya untuk top up ke berbagai e-wallet, namun tentu tidak berhasil karena OTP nya saya yang pegang.

Eh tapi, sebentar. Satu hal yang ternyata perlu di-note: Walaupun nomor teleponnya sudah diganti, entah mengapa OTP nya masih lari ke nomor saya. Lah kok? Jadi yang tadi diganti itu nomor apa?

Saya berasumsi bahwa terjadi delay di SMS nya. Memang kalau menggunakan SMS kan bergantung pada provider masing-masing. Lah sebelumnya ketika Mas penipu meminta OTP, itu real time kok. Tapi kok ini.. begini?

Atau pengubahan nomor akun tuh sebenarnya ada waktu prosesnya? Misalnya notifnya sudah masuk pukul 16.22, tapi sebenarnya itu belum benar-benar berubah? Atau bagaimana?

Pertanyaan #6a : Perubahan nomor telepon terjadi sebelum transaksi top up, tapi OTP nya masih masuk ke nomor saya. Kok bisa? Apa mungkin ini transaksinya terjadi sebelum pengubahan nomor telepon? Tapi di SMS saya, waktunya duluan pengubahan? Kok?

Pertanyaan #6b : Atau pengubahan nomor telepon ada waktu prosesnya? Kalau iya, kenapa notifnya sudah masuk duluan?

Selanjutnya, Mba Nana sudah kembali dari pemrosesan verifikasi data dan pemblokiran. “Untuk sementara ini, saya bisa blokir aksesnya dulu ke aplikasi sehingga tidak bisa dibuka sama sekali ya Mba.”

I was calm at first, “Ok, udah bisa blokir akses aplikasi, harusnya aman ya.”

But then, I realized something. Bloker akses ke aplikasi.. aja? Ini artinya apa, apakah rekening saya sudah di blokir seutuhnya? Atau gimana? Maklum, Jenius adalah digital bank yang pertama kali saya gunakan. Saya pun sebenarnya belum sepaham itu tentang perbedaan digital bank dengan bank konvensional, jadi banyak yang saya asumsikan proses nya mirip.

Namun kalau iya ini hanya blokir akses ke aplikasi, berarti belum aman dong? Kartu debit saya sudah telanjang, alias exp date dan CVV nya juga sudah ketahuan. Mau tidak mau jelas harus segera blokir kartu debit dan sekalian blokir rekening/akun.

Asumsi saya, karena saat itu masih ada beberapa transaksi yang masuk ke nomor HP saya, berarti saya masih bisa track transaksi apa saja yang coba dilakukan oleh Mas penipu. Selain itu, pada saat itu transaksinya dalam nominal kecil-kecil, artinya, mungkin saja duit saya masih ada yang bisa diselamatkan. Mungkin saja.

“Rekening saya juga sudah terblokir kan ya? Sudah aman? Tidak ada transaksi lagi yang bisa dilakukan oleh penipu?” Tanya saya, memastikan. Mungkin-mungkin saya salah asumsi.

Tapi, jawaban dari Mba Nana selaku call center nya membuat saya kecewa luar biasa.

“Mohon maaf Mba, dari sistem kami belum bisa blokir rekening dan kartu debitnya. Silakan bisa langsung datang ke booth atau service point kami untuk pemblokiran rekening dan kartu. ”

Wait what, blokir rekening dan kartu debit harus datang langsung? Serius?

Pertanyaan #7 : Kenapa tidak bisa blokir rekening via call? Bukannya bank normalnya bisa?

I was like, why? Bukannya Bank biasanya bisa blokir via telepon?

Ah iya lupa, Jenius kan digital banking.

Tapi emangnya, sebegitu bedanya ya digital banking dengan bank konvensional? Saya pun bertanya, “Loh, biasanya bank bisa blokir via call.”

“Iya Mba, namun dari sistem kami belum bisa karena ada data yang belum terbuka.”

Deg. Nah loh.

“Hah, data apa yang belum terbuka?” saya bertanya, masih dengan nada interogatif.

“Mohon maaf Mba, kami tidak bisa memberitahu datanya, namun data yang diberikan sebagian tidak sesuai dengan sistem kami.”

Saya bingung, kesal luar biasa. “Hah tidak sesuai gimana? Saya kan yang punya datanya, masa saya salah menyebut data saya sendiri? Ini juga beneran saya sendiri yang punya rekeningnya.”

“Iya Mba mohon maaf, berdasarkan kebijakan yang berlaku, kalau datanya tidak sesuai maka tidak bisa dilakukan pemblokirannya Mba.”

Awalnya saya masih kesal luar biasa, kok bisa beda. Saya pun mencoba mengingat-ingat apa yang ditanyakan Mba Nana tadi. Saat saya memberikan data saya tadi, Mba Nana memang tidak ada respon tertentu, hanya iya-iya saja. Which is good, for data protection. Tapi saya jadi bingung. Mungkin saya ada salah sebut? Atau gimana?

Hingga akhirnya Ayah saya nyeletuk, “yaiyalah tidak sesuai, kan datanya beberapa sudah diubah oleh Mas penipu?

Oh God.

Iya juga ya. Kan tadi nomor saya sudah diubah. Tapi, memangnya yang salah hanya nomor telepon? Kalau iya salahnya nomor telepon, setiap Mba Nana meminta nomor telepon, saya selalu menanyakan kembali, “Nomor telepon saya, atau nomor telepon yang sudah diubah?”.

Berarti harusnya bukan nomor telepon, kan? Kalau email pun, notifnya kan hanya berubah jadi @gmaill.com. Atau udah berubah lagi? Atau yang salah tuh transaksi terakhirnya? Saldo terakhirnya? Atau apa?

Ditengah kebingungan itu, Mba Nana tetap nggak ngasih tau, dan nggak mau ngasih tau kenapa data saya tidak sesuai. Ya Allah, ini lagi urgent, saya lagi berpacu dengan waktu dengan penipu. Apakah ini regulasi lagi dari Jenius? Tolong lah.

Bahkan sampai detik saya menulis ini, saya masih belum tahu data apa yang kemarin tidak sesuai dengan sistem.

Saya yakin Jenius memiliki sistem yang rapih dan baik. Kalau asumsi saya benar, seharusnya ada history perubahan datanya, bukan? Kalau data yang saya sebutkan tadi sudah sesuai dengan data sebelum perubahan terakhir, tidakkah itu sudah bukti kuat bahwa memang terjadi pengubahan data diluar kendali saya?

Dan history-nya juga seharusnya ada waktunya, kalau benar-benar baru terjadi, tidakkah dari call center Jenius bisa menanyakan alasan atau mengambil insight dari pelaporan penipuan yang saat ini sedang saya ceritakan, dan mempertimbangkan bahwa ini memang sedang terjadi penipuan?

Pertanyaan #8a : Apakah Jenius sudah benar-benar memikirkan, kalau mempermudah pengubahan data, artinya histori perubahan sepenting dan sekrusial itu? Tidak melulu data terbaru itu data yang paling valid?

Pertanyaan #8b : Kenapa ada regulasi yang mempersulit nasabah yang sedang dalam keadaan genting karena adanya pengubahan diluar kendali? Kenapa untuk handle penipuan atau kasus super urgent ini, yang sebenernya lebih ke lomba cepet-cepetan waktu sama penipunya, tidak bisa gercep?

Bank konvensional memang ribet permasalahan pengubahan data, harus datang ke booth segala macam. Awalnya saya juga kesal, terutama kalau saya lagi mau buru-buru, atau kalau memang benar saya yang mengubah datanya. Pasti saya akan komplain “kenapa sih verifikasinya ribet banget, mau ubah nomor telepon doang. Toh saya ini yang ngubah.

Tapi verifikasi memang tujuannya untuk keamanan. Dan kalo mau aman, terkadang proses bisa ribet. Seperti kata rekan saya di kantor,

“Untuk aman tuh ga nyaman”.

Sehingga saya jadi mempertanyakan kembali tulisan yang ada disini. Saya sangat yakin bahwa Jenius menjaga both keamanan dan kenyamanan nasabahnya, hanya jika aplikasi masih dipegang oleh pemilik rekening, dalam kasus ini bukan saya.

Saya juga baru sadar bahwa proteksi gila itu sebenarnya adalah… perlindungan ‘pintu’ pertama.

Ibaratnya, penipuan ini seperti membobol rumah. Ceritanya rumah ini adalah akun bank saya. Bank konvensional mempersulit prosesnya, karena pintu pertama adalah awal indikasi terjadinya penipuan / pengubahan diluar kendali. Sepengalaman saya menggunakan bank konvensional, setiap saya mau melakukan sesuatu, pasti ada verifikasinya. Layering proteksinya sangat ribet, tapi ternyata kuat.

Dilain sisi, bank konvensional mempermudah proses pemblokiran akun/rekening via telepon, karena itu benar-benar sudah ‘pintu’ terakhir, atau bahkan proses membakar rumah yang sudah terbobol itu. Dan biasanya ini dilakukan oleh pemilik rekening aslinya dan merupakan cara yang benar-benar bisa menghentikan terjadinya transaksi diluar kendali.

Sementara disini, menurut saya, ada logika yang terbalik.

Di Jenius, harus diblokir satu-satu. Menurut saya prosesnya lama, dan harus aplikasi sendiri, kemudian kartu ATM sendiri, dan mungkin saja kalau ada sms banking juga harus diblokir sendiri. Padahal saat itu saya sedang berpacu waktu dengan penipu yang sedang berusaha menguras dana saya.

Ibaratnya saat ini rumah saya (akun Jenius) sudah diambil alih oleh Mas penipu, karena seluruh kunci pintunya sudah diketahui. Mulai dari data-data saya (no telp, email, OTP), password aplikasi, data kartu debit. Saya akui ini kesalahan saya memberikan kunci ke pintu tersebut. Tapi ketika saya mau ngebom atau bakar rumahnya, dipersulit dengan alasan “kuncinya tidak sesuai”. Padahal itu rumah saya. Dan banyak bukti bahwa itu rumah saya.

Can’t Jenius see anything more than just the key to the door?

Jujur, saya belum pernah blokir rekening, namun berdasarkan pengalaman teman dan saudara saya blokir rekening BCA, cukup ditanya informasi verifikasi KTP, termasuk pertanyaan pengaman seperti nama ibu kandung, dan menjelaskan alasan kenapa mau blokir. Taraa, selesai telepon dengan cepat, akun langsung di blokir, penipu pun tidak bisa transfer-transfer lagi.

Mana pula, proses pemblokiran ini all access, sekalinya minta di blokir, langsung terblokir rekening, atau core-nya. Sehingga akses rekening dari semua pintu akan terblokir juga, misalnya aplikasi m-banking, sms banking, kartu ATM. Dan proses verifikasinya itu tergolong cepat.

Tapi di Jenius, saya menghabiskan hampir 40 menit yang ternyata hanya memblokir akses ke aplikasi. Dan aplikasinya sudah tidak di tangan saya. Sudah membuang waktu, ternyata solusi yang diberikan juga tidak signifikan. Rekening saya masih bisa digunakan kapan saja, karena mereka juga pegang kartu debit saya.

Hal ini, buying time untuk Mas penipu sehingga ia bisa bergerak dengan leluasa, menghabiskan seluruh isi rekening saya. Sementara saya stuck disini dan hanya bisa blokir akses ke aplikasi. Kenapa sistemnya seperti ini?

Mba Nana selaku representatif call center pun juga beberapa kali terkesan memperlambat proses pemblokiran dengan berulang kali meminta saya menunggu untuk verifikasi data. Selain itu, ia beberapa kali bingung dengan pertanyaan saya, sehingga ia tanyakan ke pihak lain. Maafkan saya Mba Nana, walaupun Mba profesional, saya kemarin sangat kecewa dengan penanganan yang dilakukan.

Sejujurnya saya pun belum pernah mendengar cerita dari nasabah lain yang mau tutup rekening di Jenius. Saya pun tidak tahu berapa banyak nasabah Jenius yang pernah mau menutup rekeningnya. Selain memang sejauh ini Jenius memang sangat baik untuk perihal kemudahan, Jenius termasuk bank yang baru dan banyak diminati oleh millennials. Tapi masa iya, tidak ada yang pernah menutup rekening? Dan kalaupun ada, apa iya tidak ada yang komplain dengan proses ini?

Pertanyaan #9 : Serius deh, apa jangan-jangan belum terlalu dipikirkan sistem pemblokiran rekening dengan matang, ya? Apakah mungkin pernah terpikirkan bahwa seluruh nasabahnya akan puas memakai layanannya sampai pemblokiran rekening itu dianggap sebagai suatu hal yang most likely will not happen?

Seandainya Jenius memberikan sistem pemblokiran yang lebih sederhana dan cepat, saya dan Jenius mungkin bisa bergerak lebih cepat dari Mas penipu dan transaksi besar diluar kendali bisa dicegah.

Atau, alasan kenapa Mas penipu memilih Jenius untuk melakukan penipuan, itu karena dia tahu proses pemblokirannya seperti ini?

Apa jangan-jangan Mas penipu tahu bahwa Jenius itu digital banking yang membuat semuanya serba mudah, sehingga ia tahu bahwa semua kontrol ada di aplikasi dan memanfaatkan fakta itu sebagai cela?

Tidakkah ini berarti… sebuah kelemahan yang perlu diperhatikan Jenius pada sistem dan aplikasinya?

Pertanyaan #10 : Kalau saya selaku nasabah saja tidak tahu (atau mungkin belum terlalu memikirkan) proses pemblokiran, lantas Mas penipu ini tahu darimana? Dimana dan kapan saja Jenius menjelaskan sistem pemblokiran rekening ke nasabah/pegawainya?

Karena tidak bisa blokir rekening via call, saya pun menanyakan apakah bisa saya ubah data via call ini, setidaknya untuk mengembalikan aplikasi kembali ke kontrol saya.

Lagi-lagi, jawaban dari Mba Nana selaku call center nya membuat saya kecewa luar biasa untuk kedua kalinya.

“Untuk pengubahan data juga harus dilakukan di service point Mba.”

Wait a minute. Jadi, penipu yang sudah ambil kontrol aplikasi saya, bisa ubah data saya seenak jidat, tapi saya sendiri, yang bahkan sudah call langsung ke call center-nya, dan memberikan verifikasi data saya dengan lengkap dan tepat, harus datang ke service point kalau mau ubah data?

This is so messed up. What kind of system is this.

Again, tidakkah ini berarti sebuah kelemahan yang perlu diperhatikan Jenius pada sistem dan aplikasinya?

Masih ingat tulisan yang selalu muncul di setiap notifikasi email? “Kalo merasa tidak melakukan, hubungi call center”. Yang saya heran luar biasa, saat ini kondisinya saya sedang menghubungi call center. Kalau ternyata setelah menghubungi call center saya juga tetap nggak bisa ubah kembali data yang telah diubah, alias harus ke booth yang membutuhkan banyak waktu, buat apa ada tulisan itu?

Pertanyaan #11 : Statement “Kalau kamu merasa tidak melakukan perubahan ini atau ingin menanyakan mengenai hal ini, hubungi 1500 365.” Ini sebenarnya untuk apa? Kenapa tidak langsung suruh saja saya ke booth terdekat, kalau ternyata call center juga meminta saya untuk melakukan hal yang sama?

Let’s say, saya mau mengadukan adanya pengubahan nomor diluar kendali saya. Harusnya call center bisa membantu saya menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cepat, bukan? Misalnya dengan mendeteksi nomor sebelum diubah. Jika cocok, saya berikan data verifikasi (KTP) dan saya beritahukan alasan kenapa itu bisa berubah diluar kendali saya, tidakkah itu sudah bukti yang cukup untuk bisa mengembalikan nomor yang sebelumnya sudah diubah?

Mba Nana pun menanyakan daerah mana saya tinggal, dan menyarankan service point yang masih buka (tidak semuanya buka, karena itu hari Minggu). Mba Nana memberikan opsi Kota Kasablanka.

Saya pun menanyakan kembali, kenapa bisa-bisanya tidak bisa blokir rekening via call. Pergi ke service point itu butuh waktu lama, belum siap-siapnya, belum perjalanan kesana, mana itu sudah sore sekali dekat waktu buka puasa, tidak terbayang seramai apa.

Dan lagi, kalau saya lagi di Natuna, gimana? Atau saya di suatu tempat yang jauh dari perkotaan. Memangnya service point Jenius ada di semua pelosok Indonesia?

Why don’t do the.. video call? I don’t know, it’s just one of the possibilities. There are hundred ways to prove that I am me besides going to the service point.

Mba Nana pun hanya mengulang kembali perkataannya. Dan sekali-kali menambahkan “Jenius selalu menghimbau para nasabah untuk jangan memberikan data pribadi ke pihak manapun.”

Haduh, itu lagi. Ini sudah terjadi pada saya, Mba. Mengapa mengatakan hal yang tidak menyelesaikan masalah?

Setelah itu, saya sudah terlalu letih untuk melanjutkan, dan saya matikan teleponnya setelah mengucapkan terima kasih. Namun Ayah saya masih belum puas dengan jawaban Mba Nana, dengan asumsi Mba Nana adalah CS baru sehingga belum terbiasa melayani kasus pemblokiran. Akhirnya saya menelepon call center Jenius kembali dan di sambut oleh Mas Feri (nama disamarkan).

Dalam waktu 11 menit, saya mendapatkan jawaban yang sama seperti yang saya dapatkan dengan Mba Nana. Bedanya, progresnya lebih cepat dan ada beberapa informasi yang diberikan oleh Mas Feri yang kini sudah membuat saya yakin kalau memang saya mau tidak mau harus datang ke booth.

Feedback #5 : Saya mungkin tidak bisa protes terkait proses pemblokiran tersebut, namun mungkin pihak CS bisa lebih meyakinkan saya kenapa saya harus datang ke booth, tidak mengulang2 hal yang sama seperti sebelumnya.

Detik itu, saya melesat ke kota kasablanka bersama ayah saya. Jam menunjukkan pukul 17.29, sebentar lagi buka puasa. Saya sudah tidak peduli, saya harus segera ke service point Jenius dan memblokir rekening saya.

Sampai disana, ternyata service point Jenius lagi break 30 menit untuk buka puasa.

Another minute to waste.

Halo lagi, perkenalkan nama saya Alya Isti Safira. Saya karyawan swasta biasa, umurnya baru 20 tahun. Baru aja ketipu hampir 7 juta, tidak pure karena bodoh, tapi karena ada tipu muslihat penipu dan beberapa regulasi dari bank bersangkutan.

Terima kasih ya sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini. Maaf sampai artikelnya habis, ternyata belum kelar kasusnya, baru sampai pengontakan ke call center. Memang panjang sekali. Saya harap kejadian ini hanya terjadi di saya, itulah mengapa saya mencoba berbagi pengalaman saya, dibumbui sedikit analisis.

Mohon maaf kalau ada perkataan saya yang salah. Kembali ke disclaimer di awal artikel. Saya mencoba menyampaikan pendapat saya serasional mungkin, dan beberapa dalam bentuk pertanyaan karena saya tidak ingin membuat asumsi yang salah.

Saya harap, artikel ini bisa memberikan ̶d̶u̶a̶ tiga sudut pandang:

  • Nasabah yang bodoh dan terlalu percaya, (pt. 1)
  • Mas penipu yang selalu punya trik dan tetap tenang (pt.1), dan
  • Jenius selaku digital bank yang mencoba memberikan yang terbaik untuk nasabahnya, tapi pada kasus saya justru berbanding terbalik

Yuk lanjut ke pt. 3? Isinya tentang percakapan saya dengan service point di Jenius, proses pemblokiran kartu dan rekening, detail transaksi saya yang sebelumnya saya buta sekali karena aplikasi saya di take over, dan akhir dari kasus. Tapi bentar deh, masih ditulis hehe.

Untuk lesson learned-nya, ada di part lain. Sabar yaa 👍🏻

--

--