Kena Penipuan Hampir 7 Juta (pt. 1)

Alya Isti Safira
15 min readApr 27, 2021

--

This will be a long ass article. Seriously. You’re at your own risk for reading this.

I warned you. But if you insist on wasting your time to read this article, it’s not going to be useless. There’s a lot of lesson learned from this article. Trust me.

Kena penipuan hampir 7 juta oleh orang yang mengatasnamakan Jenius

Disclaimer⚠️: Saya disini tidak menghasut siapapun dan tidak menjelek2an instansi manapun. Pure saya ingin berbagi pengalaman dan mengambil lesson learned, sekaligus mengungkapkan beberapa keluhan saya selaku nasabah perbankan. Diharapkan artikel saya dapat dibaca oleh berbagai instansi perbankan dan dapat dijadikan feedback untuk keamanan dan penanganan penipuan yang lebih baik, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan dengan modus yang sama kedepannya.

Seperti kata ibu saya, ketika saya malu sekali kasus ini terjadi pada saya:

Kata-kata Ibu saya yang mendorong saya membuat artikel ini

Alright. I’ll share it with you. Here we go.

Tanggal 25 April 2021 kemarin merupakan hari yang sangat buruk bagi saya. Di sore hari, pukul 15.49 WIB, kondisi sendirian di dalam kamar dan letih sekali karena kurang tidur, telepon saya berdering. Sebuah nomor tidak dikenal menelepon saya, dan mengaku dirinya orang dari Jenius dan meminta waktu saya sebentar. Di seberang telepon, terdengar suara seorang laki-laki dengan tone suara halus dan manipulatif (selanjutnya saya sebut dengan Mas penipu).

Intermezzo, Jenius merupakan digital banking dari BTPN yang dirilis pada tahun 2016. Saya sendiri merupakan nasabah Jenius dari 2018, buka rekening di booth Kelapa Gading bersama sepupu-sepupu saya. Saya sudah bertahun-tahun menggunakan Jenius dan sudah merasakan berbagai convenience yang diberikan oleh Jenius selaku digital banking yang memiliki teknologi terkini dan berlayer-layer keamanan. Sebelum saya kerja full time (Maret 2021), saya menjadikan Jenius sebagai bank utama saya, karena saat itu saya belum bergaji tetap dan masih banyak mutasinya. Fitur andalan saya dari Jenius adalah histori transaksinya, dan save it, fitur yang mengizinkan saya untuk menabung seakan-akan saldo aktif saya itu hanya sedikit.

Intinya, sebagai millenials, saya cinta sekali pada Jenius. Sampai saya merasakan sendiri kasus mendesak ini, yang akhirnya membuat saya mempertimbangkan kembali untuk tetap menjadi nasabah Jenius. Jangan termakan omongan saya dulu. Read the whole article. This will help you consider a lot of things, and still be Jenius’ customer.

Another disclaimer⚠️: Akan ada banyak sekali kebodohan saya disini. Boleh dihujat karena saya pun merasa bodoh. Biang kerok utama dari terjadinya kasus ini memang karena kebodohan saya. Hingga saya sadar bahwa ada beberapa flow dan regulasi yang sebaiknya bisa di-improve oleh Jenius selaku digital banking dengan banyak nasabah milenial, terutama untuk fraud handling.

Tapi percayalah, semua mindset yang saya punya, “jangan memberikan data pribadi ke siapapun” ini kemarin totally hilang, terutama karena saya sedang berbicara langsung dengan Mas penipu. I can’t foresee that this is a fraud. I don’t even know what was I thinking back then. I feel like I’m being hypnotised without feeling guilty.

Nomor penipu

Jadi ini adalah nomor Mas penipu (saya tidak akan sensor). Tidak mencurigakan, bukan? Bukan dong, orang yang hati-hati pasti menganggapnya mencurigakan. Tidak dengan saya dengan yang kemarin masih careless, defenseless. Kenapa saya angkat? Karena saya pikir awalnya paket. dan saya memang punya habit mengangkat telepon, tidak langsung reject. Mana saya tidak punya call identifier. Kebiasaan ini ternyata sangat buruk.

Ohiya, saya telpon hampir 30 menit, seperti yang terlampir pada gambar.

Saya bertanya, “ada apa ya?”. Mas penipu mengatakan Jenius sedang ada pembaruan kartu debit, dan bertanya apakah kartu barunya mau dikirim ke alamat atau saya ambil sendiri di booth. Tentu karena kondisi sedang pandemi, kebanyakan nasabah (atau ya setidak nya saya) akan memilih untuk stay di rumah dan dikirim via alamat saja (tentunya ini juga sudah diprediksi oleh Mas penipu).

Sebenarnya saya tidak sekali ini ditelepon oleh penipu. Bedanya, sebelumnya saya sudah langsung sinis, karena penipunya juga tidak bisa poker face. Tapi Mas penipu ini bisa saya acungkan jempol. Tenang banget. Ya tentu saya juga gak bisa langsung sinis. Setidaknya tidak di awal.

Saya pun menanyakan alamat saya, untuk memastikan, “apa benar dia orang Jenius?”. Dan dia menyebutkan seluruh alamat saya dengan tepat. Mulai dari jalan, RT/RW, kelurahan dan kecamatan, semuanya tepat. Dalam hati dengan bodohnya, “Oh, dia punya data saya. Ok mungkin ini benar dari Jenius.

Belum ada pikiran “Kok bisa dia tau alamat lengkap saya?”. Well.

Setelah itu, Mas penipu mengatakan “Baik, karena akan diganti kartu debitnya, boleh disebutkan Mba expired date-nya?” Saya yang memang tolol, menyebutkannya dengan gampang. Kemudian dia meminta saya menyebutkan “angka yang ada di label putih”. Saya bingung label putih itu apa. Ketika saya putar-putar kartu saya, “mana ada label putih???”. Saya pun sudah tanya berkali-kali tidak ada label putih, dan Mas penipu memang jago dalam mengarahkan saya untuk menyebutkan tiga angka yang ternyata letaknya di belakang.

Apalagi kalo bukan CVV (Card Verification Value). Untuk yang belum tahu, CVV itu fitur keamanan pembayaran elektronik yang harusnya super rahasia karena ini memang dibangun untuk melindungi nasabah saat melakukan transaksi. Dikarenakan kartu debit Jenius itu VISA, kartu ini bisa dipake di mana aja, di seluruh dunia untuk tarik tunai, transaksi online maupun offline di seluruh merchant VISA (see, Jenius is so cool. They simplify things that are hard for millennials like me). CVV ini biasanya untuk VISA, kalo Mastercard pake CVC.

Saat itu, saya tidak sadar bahwa mereka penipu. Sungguh. Seharusnya saya tahu bahwa Jenius pasti sudah punya data saya, tidak mungkin meminta sampai seperti itu. Sudah ketahuan lah ya, dari awal memang saya yang bodoh (atau naif? Kita lihat nanti).

Setelah itu, Mas penipu menanyakan “Sejauh ini apakah ada keluhan ketika menggunakan aplikasi Jenius?”. Wkwkwkw, kali ini pun saya sebenarnya sudah semakin curiga. Tapi apa salahnya menceritakan keluhan saya selaku nasabah?

Tentu saja saya curhat, “Saya kesal loading-nya lama sekali, dan banyak bayar pajak.” Lega sekali saya bisa menyampaikan itu ke pihak Jenius, walau sebenarnya ecommurz juga sudah mengulas ini berkali-kali. Ya, siapa yang terpikirkan bahwa curhatan ini hanya sekadar basa-basi? Kalian iya, tapi tidak dengan saya kemarin.

Tidak lama, ia mengatakan bahwa mau ada peresetan akun. Jujur saya agak lupa dibagian ini, reset untuk apa saya juga tidak paham. Itu semua juga memang hanya bullshit. Namun karena saya sudah terbawa terlalu lama olehnya, saya tidak menyadari hal itu sama sekali. Akhirnya, 15.52, sebuah pesan masuk ke HP saya.

Kode OTP dari saya sendiri (atas) dan penipu (bawah)

Satu hal yang ada di otak saya; “Oh, ini dari Jenius nya asli.” Karena sebelumnya diatas-atas ada bekas permintaan OTP saya. Tapi yang saya tidak ngeh, OTP saya sebelumnya itu untuk daftarkan perangkat ke Jenius. Sementara permintaan OTP yang terbaru itu… ternyata untuk reset password.

Ya, reset password aplikasi Jenius saya. Saya yang saat itu sedang bingung, saya tidak melihat perbedaan antara keduanya. Kalau dibaca benar-benar, mungkin akan terlihat perbedaan tujuan penggunaan OTP tersebut. Tapi bagaimana kalau urgent dan bacanya hanya skimming? Hanya lihat OTP nya saja. Seandainya kemarin saya lihat kalau itu reset password, mungkin kejadiannya akan berbeda. Mungkin.

Feedback #1 : Jenius, I think you can do OTP’s copywriting better than this.

Hal krusial dan goblok terjadi disini. Bahkan setelah warning yang ada di pesan saya, saya tetap memberikan OTP nya kepada Mas penipu. Dan taraa, kontrol aplikasi saya full dimiliki Mas penipu.

Kenapa? Kenapa saya berikan? Saya juga tidak tahu. Tidak ada yang tahu. Kalau dipikirkan kembali, kejadian ini luar biasa bodoh. Tapi kalau kamu ada di sepatu saya saat itu, ini sudah bukan masalah pintar atau bodoh. Ini permainan psikologis. Seperti apa yang dikatakan teman saya:

Perkataan teman saya yang ternyata make sense luar biasa

Ya, saya ini naif, bukan bodoh. Bodoh iya sih, tapi lebih ke naif.

Kemudian, Mas penipu meminta saya untuk update aplikasi Jenius. Saya laksanakan bak robot, saya update dari app store. Tapi yang semakin mencurigakan, ia meminta saya untuk jangan update langsung, tapi uninstall dan install kembali aplikasi Jenius-nya. Holy mother.

Awalnya saya heran sekali, mana ada update seperti ini. Ngaco ini. Tapi Mas penipu begitu yakin, dan saya begitu mudah percaya. Ya tentu saya laksanakan. Saya pun bilang “Ini downloadnya lama lho, serius?” Dan Mas penipu bilang dengan tenang, “Silakan Mba, saya tunggu tidak apa-apa.”

Harusnya saya sudah curiga kalau ia mendorong saya untuk segera melakukan sesuatu, ya itu jelas-jelas penipuan. Tapi fakta bahwa saya memang belum pernah mengalami hal seperti ini, membuat saya seperti orang paling lugu di dunia ini. Tiba-tiba saja, saya menerima notif ini di email saya.

Notifikasi dari email bahwa perangkat saya terputus. Hmm, perangkat yang mana?

Awalnya saya bingung, email apa ini? Kok terputus? Hingga akhirnya, saya baru sadar satu hal yang sangat fatal: Jenius itu digital banking, yang mana semua transaksi dan nyawa rekening saya itu ada di aplikasi. Alias kalau saya uninstall, maka perangkat saya otomatis terputus, saya harus login lagi.

Sewaktu saya ganti HP di bulan Februari, saya menerima notif email seperti di bawah ini. Email ini saya dapatkan karena saya meng-install aplikasi Jenius di HP baru, namun tidak meng uninstall nya di HP lama.

Notifikasi dari email bahwa perangkat saya terhubung, ketika saya ganti HP tempo hari

Pertama kali melihat email ini, saya berpikir bahwa akses ke aplikasi Jenius bisa lebih dari satu perangkat. Dan saya juga berpikir bahwa ini sangat handy dan flexible. Dan kalau saya tidak salah, kebanyakan m-banking juga sudah seperti itu. Setelah saya lihat di detail akun pun, HP baru saya dijadikan “Perangkat Utama”. Asumsi saya, HP lama saya dijadikan perangkat juga namun bukan perangkat utama. Jadi semakin bulat asumsi saya bahwa memang aplikasi Jenius bisa digunakan di berbagai perangkat.

Informasi perangkat di aplikasi Jenius, nggak ada track perangkatnya?

Tapi yang saya tidak tahu adalah, kalau aplikasinya di uninstall perangkatnya otomatis terputus.

Pertanyaan #1a : Kenapa semudah itu memutus perangkat, padahal nyawa rekening nasabah seluruhnya ada di aplikasi?

Pertanyaan #1b : Kenapa ketika Mas penipu menyambungkan perangkat dia ke akun saya, tidak ada notifikasinya di email saya? Padahal sewaktu saya ganti HP, ada notifikasinya kalau menyambung perangkat baru?

Tidak lama, muncul notifikasi di tab updates email saya. Notifikasinya aneh sekali.

Bagaimana bisa email diubah jadi gmaill.com? Domain apa itu? dan kenapa kali ini, tidak ada nama saya di sebelah “Hai”? Saya pun tidak paham kenapa notifikasi ini bisa terjadi, dan lucunya, dikirimnya pun ke email saya kembali. Padahal emailnya sudah berubah katanya. Apaansih.

One thing to note: Disetiap notifikasi, ada tulisan “Kalau kamu merasa tidak melakukan perubahan ini atau ingin menanyakan mengenai hal ini, hubungi 1500 365.” Tolong diingat-ingat ya. Lanjut.

Saat ini, state saya sudah tidak jelas namun saya masih belum sadar bahwa Mas penipu adalah penipu. Saya masih menganggap ia adalah perwakilan Jenius. Masih membawa-bawa reset akun, ia menanyakan apakah saya ada perbankan lain yang terkonek dengan nomor dan NIK saya.

Saya bingung luar biasa. “Loh apa hubungannya Mas.” Mas penipu dengan tenang menjelaskan, “Iya Mba, karena ini mau di reset, kalau ada akun perbankan lain yang menggunakan nomor dan NIK yang sama, dan saldonya di atas 200ribu, nanti akunnya bisa ikut tertutup. Untuk itu, saldonya dipindahkan dulu ke Jenius, setelah resetnya selesai nanti bisa ditransfer kembali.”

Dhuar. Sudah jelas ini statement 100% ngaco. Tidak mungkin antar perbankan bisa terkonek segitunya dan tidak mungkin semudah itu tertutup akunnya. Dan sumpah, itu reset akun apaan sih? Dari segi manapun, pernyataan ini bodoh dan orang yang berotak harusnya paham kalau ini penipuan…. kecuali saya. Setidaknya kemarin.

Saya sudah mulai marah-marah, “Kok Jenius seperti ini? Apa hubungannya dengan perbankan lain?” tapi ya.. saya hanya marah-marah. Saya tetap terhubung dengan telepon Mas penipu. Useless.

Tapi ternyata, dia tahu NIK KTP saya. Dengan kemampuan manipulatifnya, dia menyebutkan setiap angkanya dengan tepat. Astaghfirullah. Kok bisa? Dapat darimana? Kalaupun ia dapat dari informasi yang ada di halaman akun Jenius, empat angka dibelakang bentuknya XXXX. Tapi kok bisa?

Pertanyaan #2 : Darimana dia dapat data KTP saya? Kalaupun dapat dari tempat lain, bagaimana bisa dia tahu bahwa saya nasabah Jenius?

Setelah menyebutkan NIK KTP itu, saya semakin takut, tapi semakin yakin kalau itu.. benar-benar dari Jenius. Karena dalam bayangan saya, informasi se-confidential itu hanya dimiliki oleh perbankannya langsung. Saya tidak sadar kalau KTP itu sebenarnya sudah bukan sesuatu yang rahasia. Hampir semua aplikasi yang melibatkan uang membutuhkan data KTP, contohnya e-commerce (seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak) dan APERD (Agen Penjual Reksa Dana seperti Bareksa dan Bibit).

Pernah juga ada artikel ini dari Kemendagri. Yang sekarang membuat saya ragu apa iya data saya benar-benar aman?

Belum lagi kalau yang pernah fotocopy KTP, jangan-jangan foto KTP nya masih di komputer abang-abangnya (serius. Diinget-inget lagi yuk).

Pertanyaan #3 : Kalau iya KTP sudah leaked sampai seperti ini, kenapa pertanyaan verifikasi perbankan masih banyak menanyakan data hanya terkait KTP?

Saya sudah ragu-ragu setengah mati, namun saya memang bodoh dan naif. Saya memberi tahu bahwa saya punya akun BNI. Untungnya setelah saya cek, rekening BNI saya nominalnya sedikit sekali. Saya pun tidak transfer apa-apa. Lalu Mas penipu meyakinkan saya kembali bahwa saldonya sudah dibawah 200ribu, dengan menyebutkan rekening BNI saya dengan tepat.

Kok bisa? Kok bisa tau? Detik itu saya kaget sekali, saya benar-benar mengira bahwa pihak Jenius memiliki informasi nasabah seigtu detailnya. Saya pun semakin yakin bahwa ini adalah pihak Jenius.

Hingga lightning struck me dan saya baru sadar kalau saya ada rekening satu lagi.

Rekening BCA, rekening utama saya sebagai tempat untuk deposito gaji tetap. Rekening yang nominalnya menurut saya jauh sekali diatas 200rb.

Saya pun marah-marah lagi, “Ini beneran Mas harus di transfer? Ini nominal saya banyak sekali, kenapa harus ditransfer ke Jenius?” Dan dia menjelaskan hal yang sama lagi. Saya pun sudah minta reset-akun-tidak-jelas itu untuk dibatalkan (yang sebenarnya saya juga tidak tahu itu reset akun apa, tapi kata-kata reset begitu menakutkan bagi saya). Namun, Mas penipu mengatakan bahwa resetnya sudah dilakukan dan harus segera dikirim, karena kalau resetnya sudah keburu selesai, saldo di rekening lain bisa hilang karena akunnya tertutup.

Arghhhh. I was so frustrated. Fakta bahwa saya masih percaya akan hal ini begitu bodoh. Saat itu, saya bingung tapi saya masih tidak ngeh ini penipuan. Akhirnya saya mengatakan. “Saya mau transfer saja ke rekening BCA ibu saya saja.” Ya tentu, saya tidak ingin kirim ke Jenius. Karena saya pun sudah tidak bisa login kan ke Jenius.

Dan tahu apa yang dikatakan Mas penipu?

“Sebaiknya ditransfer ke rekening Jenius atas nama Mba, karena kalau ditransfer ke rekening BCA lain, nanti akun rekeningnya ikut tertutup.”

…..…..…..…..….. *hmm 10 jam*

Now that I think of it, it was one of the dumbest statement in the world of finance. I swear to God.

Mungkin saya yang kurang literasi finansial, apalagi literasi tentang perbankan. Karena saya juga baru buka rekening BCA di bulan Maret 2021. Sebelumnya saya pakai BNI pun karena BNI itu merupakan bank yang menaungi tap cash untuk KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) saya, bukan karena saya mengerti betul BNI dan segala benefit yang bisa saya dapatkan sebagai nasabah. Sisanya, saya gunakan Jenius. Jadi sebenarnya, selama ini memang saya yang belum mengerti apa-apa tentang perduitan dan dunia perbankan.

Apalagi, Jenius makes everything related to financial management easy. Especially for millennials.

Ooh, the irony. The way smart technology is making us dumb.

Masih berkutat dengan rekening BCA, saya mulai desperate. “Kemana lagi saya bisa menampung uang sebanyak ini, asal tidak ke Jenius? Saya tidak mau akun BCA saya tertutup.”

Tebak kemana?

Apalagi kalau bukan ke investasi. Saya yang bodoh ini pun mengatakan “Yaudah, saya belikan reksa dana saja.”

Saat ini, Mas penipu ini pun seperti farming. Semua informasi dia dapatkan dari saya sendiri. “Mba investasi di aplikasi mana saja?” Haha, tentu saya jawab dong. “Bareksa, Bibit, Pluang.”. “Oh baik Mba, paling banyak dimana?” “Bareksa.”

Intermezzo, Bareksa merupakan marketplace reksa dana. Reksa dana adalah dana atau modal dari sekumpulan nasabah (disini maksudnya saya) yang dikelola oleh manajer investasi untuk diinvestasikan dalam berbagai instrumen keuangan (karena saya investor resiko rendah, saya paling suka investasi di reksa dana pasar uang).

Kenapa saya yakin bahwa beli reksa dana itu solusi terbaik kondisi seperti ini? Karena Bareksa sendiri udah terdaftar dan di awasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD). Selain itu, pembelian reksa dana ada proses sekitar 2 hari kerja. Pencairan reksa dana pun juga ada prosesnya, tidak bisa instan.

Ketika saya membuka aplikasi Bareksa untuk membeli reksa dana, Mas penipu mengatakan sesuatu yang bikin saya tercengang luar biasa.

“Wah iya Mba, di sistem kami masih ada transaksi yang berlangsung ya?”

Deg. Wtf. Sebenernya saya yakin dia nih mengada-ada. Tapi saya benar-benar masih ada transaksi berlangsung. Saya terakhir membeli reksa dana itu hari Jumat kemarin (kasus ini terjadi hari Minggu). Dan karena Sabtu dan Minggunya itu bukan hari kerja, saya tahu bahwa Pembelian saya akan selesai di proses paling cepat hari Senin. Alias, tidak mungkin menyelesaikan pembelian ini atau meng-cancel pembelian ini.

Tapi, kok dia bisa tahu? Apa dia cuma menebak-nebak dan kebetulan tepat? Atau gimana? Otak saya sudah tidak jernih lagi.

Saya pun marah lagi. “Ini kenapa sih kayak gini? Ke semua nasabah jenius kayak gini?” Dan Mas penipu hanya menjawab dengan tenang “Cuma beberapa aja Mba, karena ada kejanggalan penggunaan kartu debit.”

Omg. Saya tidak punya pilihan lain. Sebenarnya, saya sempat ingin cek di Jenius dulu, seperti apa sih yang dimaksud kejanggalan penggunaan kartu debit. Dan ingin cek Twitter dulu kalau-kalau ada yang mengalami hal yang sama. Tapi, sifat gaenakan saya membuat saya tidak ingin membuat Mas penipu menunggu. Hhhh.

Karena saya tahu ada transaksi itu, saya pun… akhirnya… melakukan hal yang paling klimaks dari seluruh artikel ini: mengirim Rp 5,400,000 dari BCA ke Jenius saya. Lebih tepatnya, Jenius saya yang sudah full control dimiliki oleh Mas penipu. Menyisakan hanya 85ribu sebagai saldo aktif rekening BCA saya. Kondisi saat ini, saya sudah jatuh miskin. Help.

Ya Allah. Saya mikir apa sih kemarin? Semakin di telaah ulang kejadiannya, semakin saya nggak habis pikir kenapa semua ini bisa terjadi. Kejadian ini definisi penipuan paling lancar sejagat raya. Saya mudah sekali digoblok-goblokin.

Setelah transfer itu, saya laporan ke Mas penipu bahwa saya sudah berhasil transfer yang BCA. How dumb. Setelah itu, mereka menanyakan apakah masih ada perbankan yang saya gunakan. Namun saya menyebutkan tidak ada lagi.

Tapi Mas penipu mengatakan suatu hal yang bikin saya makin ngeri: “Berdasarkan sistem kami, Mba memiliki rekening di Bank Permata.”

Astaghfirullah. Iya saya memang punya rekening di Bank Permata, tapi sudah tidak pernah digunakan lagi, jadi mungkin sudah kosong isinya. Tapi kok bisa? Tahu darimana? Gimana caranya dia bisa menyebutkan Bank Permata diantara semua bank lainnya? Kalaupun iya menebak, tidak mungkin se-precise itu kan? Apa mungkin diluar sana ada transaksi data gelap antar perbankan? Masa iya?

Setelah saya telaah sekarang, saya tahu darimana dia dapat informasi ini: Detail transaksi di aplikasi Jenius. Ternyata rekening BNI saya pun sepertinya dia tahu dari sini. Saya pernah beberapa kali transfer antar rekening saya sendiri, dari Jenius ke BNI, ke BCA, ke Permata pun pernah, dan vice versa. Tapi siapa sangka bahwa secepat itu Mas penipu menemukan rekening saya yang lain, dan dia gunakan untuk membuktikan ke saya bahwa dia tahu segalanya tentang saya?

Feedback #2 : Ternyata detail transaksi is a really, really dangerous information. Dia bisa tahu seluruh rekening saya dalam sekejap. Jenius, you better do something about it.

Setelah saya meyakinkan bahwa rekening Bank Permata saya kosong, Mas penipu pun mengembalikan atensi saya ke aplikasi investasi. Hingga akhirnya Mas penipu ini mengatakan hal yang akhirnya membuat saya curiga luar biasa: Ia meminta saya menjual semua reksa dana saya.

Bruh, butuh waktu dan proses selama itu hingga saya curiga? Mau sebodoh dan senaif apa saya hidup sebagai manusia?

Detik ini, saya lari ke kamar Ayah saya (yang seharusnya sudah saya lakukan sejak tadi, setidaknya sebelum transfer 5.4juta dari BCA). Saya pun membela diri “Ini tidak mungkin juga saya jual semua. Penjualan reksa dana kan ada proses nya, tidak mungkin bisa selesai hari ini.”

Mas penipu pun mulai hilang kontrol. Dia terdengar sangat memaksa saya untuk melakukan penjualan. Hoho, apa mungkin karena Mas penipu nggak begitu mengerti reksa dana ya? Disini, saya merasa punya upper hand. Saya sudah snap out of it, saya akhirnya sadar bahwa sejak 20 menit yang lalu, saya sedang ditipu.

Sementara wajah Ayah saya dari awal sudah curiga, yang mana memang seharusnya ini yang saya lakukan sejak awal. Untuk menjelaskan ulang kejadiannya ke Ayah saya yang masih bingung, saya pun mencoba merekap ulang semuanya. Setelah selesai menjelaskan, Ayah saya menyuruh saya untuk segera cepat matikan teleponnya, dengan mengatakan bahwa saya akan telepon langsung call center Jenius.

Tapi Mas penipu masih bersikeras, bahkan menyebutkan saya punya rekening di Bank Nobu. Tetot. Wrong move. Saya tidak punya rekening di bank tersebut. Saya sudah completely paham bahwa ini penipuan. Saya pun langsung membentak penipu tersebut dan saya matikan.

Dengan keadaan tidak karuan, saya langsung menelepon call center Jenius. Jempol saya tidak berhenti saya gigit-gigit, dan jantung saya sudah berdebar tidak terkendali. Air mata juga sebentar lagi tumpah.

Halo, perkenalkan nama saya Alya Isti Safira. Saya karyawan swasta biasa, umurnya baru 20 tahun. Baru aja ketipu hampir 7 juta, pure karena bodoh.

Terima kasih ya sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini. Maaf sampai artikelnya habis, ternyata belum kelar kasusnya. Memang panjang sekali. Saya harap kejadian ini hanya terjadi di saya, itulah mengapa saya mencoba berbagi pengalaman saya, dibumbui sedikit analisis.

Saya harap, artikel ini bisa memberikan dua sudut pandang:

  • Nasabah yang bodoh dan terlalu percaya, dan
  • Mas penipu yang selalu punya trik dan tetap tenang

Yuk lanjut ke pt. 2? Isinya tentang percakapan saya dengan call center Jenius, meliputi beberapa komplain saya kepada salah satu digital banking kebanggaan Indonesia ini.

Mungkin saja… muncul sudut pandang baru dari Jenius? Mungkin saja.

Buat yang bilang “duh, terlalu panjang artikelnya. Intinya apa? Mana lesson learnednya?” Sabar ya, itu bakal ada di part lain. Saya benar-benar akan pinpoint semua hal yang saya pelajari dari kasus ini. Tapi tolong, baca dulu kronologis lengkapnya di pt.1 ini, oke?

“Ini cuma 5.4 juta, kok 7 juta darimana?” Ini akan dijelaskan di pt. 2. 5.4 juta hanya yang ditransfer ke Jenius, bagaimana dengan uang saya yang ada di Jenius? Begitulah.

--

--